selama ini Anda pasti telah mengetahui jenis-jenis sertifikat tanah yang telah diakui negara. Di sisi lain, hingga saat ini masih ada juga masyarakat yang memiliki surat tanah tradisional sebagai bukti kepemilikan. Apa saja? Berikut ulasan lengkapnya.
Berdasarkan UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, sertifikat tanah yang sah di mata hukum adalah Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS).
Tak bisa dipungkiri, ternyata surat-surat tersebut tidak semua dimiliki oleh para penguasa tanah.
Banyak dari mereka yang memperoleh lahan/tanah secara turun-temurun, sehingga hanya memegang surat tanah tradisional saja. Beberapa di antaranya ialah surat-surat di bawah ini.

#1 Surat Tanah Tradisional Bernama Girik

Ungkapan istilah girik mungkin sudah populer di telinga Anda, NusanLovers.
Girik ini bukanlah sertifikat kepemilikan tanah, melainkan hanya sebuah surat pertanahan yang menunjukkan penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan.
Di dalam surat ini dapat ditemui nomor, luas tanah, serta pemilik hak atas tanah karena jual-beli atau warisan.
Kepemilikan tanah dengan surat girik ini sendiri harus ditunjang dengan bukti lain yaitu kepemilikan Akta Jual beli (AJB) atau surat waris.

#2 Petok D

Sebelum tahun 1960, surat Petok D memiliki kekuatan yang setara dengan sertifikat kepemilikan tanah.
Namun setelah Undang-Undang Pokok Agraria berlaku pada 24 Desember 1960, tidak lagi.
Kini, surat tanah tradisional berbentuk petok D hanya dianggap sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah oleh sang pengguna tanah.
Jadi, surat ini sangat lemah jika difungsikan sebagai surat kepemilikan atas tanah.
Akibat dari masih banyaknya masyarakat yang masih awam dengan perubahan peraturan tersebut, surat Petok D kerap menimbulkan permasalahan dalam jual-beli tanah.

#2 Letter C

Kepemilikan atas tanah di Indonesia biasanya diberikan secara turun-temurun.
Pada zaman dulu pengaturan atas kepemilikan properti belum terlalu ketat pengaturannya.
Maka itu muncul berbagai surat-surat tanah, salah satunya surat Letter C.
Letter C merupakan tanda bukti kepemilikan atas tanah oleh seseorang yang berada di kantor desa/kelurahan.
Surat Letter C yang berbentuk buku ini sendiri fungsinya adalah sebagai catatan penarikan pajak dan keterangan mengenai identitas tanah pada zaman kolonial.
Namun pada masa kini, Letter C masih digunakan sebagai identitas kepemilikan tanah.
Data-data tanah yang berada dalam Letter C ini sendiri disebut-sebut kurang lengkap karena pemeriksaannya selalu dilakukan dengan asal-asalan.

#4 Surat Ijo

Surat Hijau atau Surat Ijo ini hanya berlaku di Kota Surabaya lho, NusanLovers.
Dokumen ini merujuk pada surat dengan tanah berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari pemerintah kota kepada orang yang menyewa tanah tersebut.
Disebutkan, Surat Ijo tersebut dapat diperpanjang oleh pihak penyewa selama tanah yang disewakan tidak akan digunakan oleh Pemkot Surabaya.
Mengapa namanya Surat Ijo?
Karena blangko surat perizinan atas hak pemakaian tanahnya sendiri berwarna hijau.
Lahan tanah dengan Surat Ijo ini tidak akan diberikan atau dijual kepada penyewa karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial.
Maka itu tanah-tanah tersebut tetap dibiarkan sebagai tanah sewaan dengan keterangan Surat Ijo.

#5 Surat Tanah Tradisional Lainnya

Selain surat-surat di atas, ada pula yang disebut sebagai:
a.Rincik alias Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia
b.Ketitir
c.Wigendom
e.Erfpacht
f.Opstaal.

Semua surat tanah tradisional tersebut kini tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah dalam kepemilikan rumah.
Jadi, jika Anda masih memegang surat-surat tersebut, segera ganti dengan sertifikat yang berlaku ya!
Semoga ulasan di atas bermanfaat untuk NusanLovers!

sumber : https://blog.urbanindo.com/2018/10/bukan-sertifikat-sah-kenali-macam-macam-surat-tanah-tradisional-ini/ 

Related Articles