Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah China pimpinan Presiden Xi Jinping memutuskan untuk mengumpulkan sekelompok ahli akuntansi dan hukum untuk memeriksa keuangan raksasa properti China Evergrande Group. Perusahaan itu saat ini membuat geger Tirai Bambu karena terancam gagal membayar utang dan bangkrut.

Mengutip Al Jazeera Rabu (15/9/2021), regulator di Provinsi Guangdong disebut telah mengirim tim dari King & Wood Mallesons, sebuah firma hukum yang spesialisasinya mencakup restrukturisasi. Selain itu, atas perintah Beijing, mereka juga mengirimkan penasihat keuangan dan akuntan tambahan untuk menilai pengembang.

Ini merupakan langkah terbaru perusahaan setelah meminta layanan Houlihan Lokey dan Admiralty Harbour Capital “menilai struktur modal grup” dan “mencapai solusi optimal untuk semua pemangku kepentingan”. Sebelumnya perusahaan menyebut penjualan aset properti yang dimiliki tidak mampu melunasi utang yang terlampau amat besar, US$ 300 miliar atau sekitar 4.275 triliun.

“Sepertinya mereka sedang mengerjakan restrukturisasi utang setelah tidak ada hasil nyata pada pelepasan aset, dan tugas pertama adalah menstabilkan pemegang produk manajemen kekayaan yang bisa menjadi masalah sosial,” kata Daniel Fan, analis kredit di Bloomberg Intelligence.

“Tampaknya pengembang sedang mengerjakan penjadwalan ulang hampir semua utang dalam negeri, dan langkah selanjutnya adalah melakukan hal yang sama untuk investor luar negeri.”

Kasus kegagalan bayar Evergrande terungkap saat perusahaan tak mampu memenuhi kewajiban penjaminan untuk produk manajemen senilai US$ 145 juta atau setara Rp 2 triliun yang dikeluarkan pihak ketiga. Hal ini membuat para investor mulai khawatir dan menggeruduk kantor perusahaan itu di kota Shenzhen.
Sekitar 100 investor memadati lobi gedung perusahaan. Lebih dari 60 personil keamanan berjaga-jaga saat massa berteriak memaki perusahaan.

Meski begitu, Evergrande terus meyakinkan nasabahnya bahwa saat ini mereka sedang melakukan segala upaya demi mengembalikan dana yang dipegangnya.
“Kami menghadapi kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun kami akan melakukan segala kemungkinan untuk melanjutkan pekerjaan dan melindungi hak dan kepentingan sah pelanggan.”

Sementara itu, saham perusahaan turun 12% di bursa Hong Kong, Selasa. Ini memperpanjang penurunan tahun ini menjadi 80% dan ditutup pada level terendah sejak November 2014.

Kasus ini membuat pasar properti China terguncang. Utang Evergrande yang menjadi salah satu yang terbanyak di dunia, telah memicu kekhawatiran akan risiko penularan ke sektor properti yang sudah overhead dan sistem perbankan.
Pinjaman menahun yang dilakukan Evergrande untuk mendanai pertumbuhan yang cepat plus tindakan keras pemerintah Xi Jinping ke industri diyakini bisa memicu krisis.

Penulis : Tommy Patrio Sorongan
Sumber : CNBC Indonesia – 15/09/2021, 08.55 WIB

Related Articles